|
Kota adalah tempat tinggal warga manusia yang sudah seharusnya
memberikan kenyamanan dan ketenangan hidup bagi penghuninya. Paling
tidak, ini imej yang terbangun dalam benak individu yang mulai
menyadari kebutuhannya akan suatu kota. Sayangnya, tidak banyak
kota-kota di Indonesia yang memang aman, nyaman, dan enak ditinggali.
Salah satu faktor yang membuat kota menjadi tempat hidup yang nyaman
adalah ketika kota tersebut adalah Kota Hak Asasi Manusia (Human Rights
City). Alias, kota tersebut terbangun dan berkembang dalam atmosfir
HAM, dalam lingkungan HAM, dan memiliki budaya penghormatan dan
penegakkan HAM yang optimal.
Untuk mengetahui kota-kota mana di dunia yang dapat menyandang predikat
kota HAM, barangkali secara kasar dapat dilihat dari ranking kota-kota
terbaik di dunia yang telah disurvey oleh beberapa lembaga di dunia.
Kota-Kota Terbaik di Dunia
Dalam survey yang diselenggarakan Economist Inteligence Unit
(2005), kota-kota ternikmat untuk ditinggali (world's best place to
live in) sebagian besar terletak di Amerika Utara (Canada & USA),
Eropa, dan Australia. Survey tersebut menggunakan 40 indikator yang
berbeda dalam 5 katagori utama, masing-masing stabilitas, perawatan
kesehatan, budaya dan lingkungan, pendidikan dan infrastruktur.
Hasilnya, Vancouver (Canada), Melbourne (Australia), Vienna (Austria),
Toronto (Canada), dan Calgary (Canada) ditahbiskan sebagai lima kota
terbaik untuk ditinggali di dunia. Mengapa tiga kota di Canada dapat
menempati posisi lima besar? Karena kota-kota tersebut rendah angka
kejahatannya, minim ancaman terorisme-nya, dan memiliki infrastruktur
yang sangat lengkap dan maju.
Sementara itu, Mercer Consulting yang berbasis di New
York melakukan riset yang hampir sama setiap tahunnya. Analisisnya
berdasarkan 39 unsur kualitas hidup semisal politik, sosial, ekonomi,
lingkungan, keamanan pibadi, jaminan kesehatan , pendidikan, kemudahan
transportasi, dan lain-lain. Hasilnya, pada tahun 2005 Mercer
menahbiskan Geneva, Zurich, Vancouver, Vienna dan Frankfurt sebagai
kota terbaik dunia.
Kota terbaik di Asia menurut Mercer Consulting adalah
Singapura dan Tokyo, keduanya menempati rangking ke 34. Kemudian,
Jepang adalah Negara Asia terbanyak yang menempatkan lima kotanya pada
jajaran Top Fifty, masing-masing Tokyo, Yokohama, Kobe, Osaka, dan
Tsukuba.
Sebaliknya, kota terburuk dunia, masih menurut Mercer Consulting
adalah Baghdad (Irak), Abidjan (Ivory Coast), Lagos dan Port Harcourt
(Nigeria), dan Bangui (Central African Republic). Parameter yang
digunakan untuk kota-kota terburuk adalah tingginya angka kriminalitas,
rendahnya jaminan keamanan dan keselamatan pribadi, ketidakstabilan
politik, maraknya konflik sipil, dan lemahnya penegakkan hukum (law
enforcement).
Kota-Kota di Indonesia
Bagaimana dengan kota-kota Indonesia? Tak satupun kota-kota Indonesia
yang masuk dalam kategori kota terbaik ataupun kota yang nyaman
ditinggali. Walau, tak juga kota-kota tersebut masuk dalam kategori
terburuk.
Sebutlah Jakarta, Jakarta kini semakin berbenah diri dengan kemudahan
transportasi (bus way, rencana monorail, dll), namun pada bidang lain
seperti keamanan, keselamatan, angka kriminalitas, jaminan kesehatan,
dan lain-lain, sulit menyebut Jakarta sebagai kota yang nyaman
ditinggali. Kendati, telah berulangkali Jakarta meneguhkan motto-nya
sebagai kota BMW (Bersih Manusiawi Wibawa) ataupun Teguh Beriman
(Bersih Indah Manusiawi).
Warga Jakarta kini tetap takut keluar malam, warga perempuan apalagi
perempuan keturunan masih trauma jalan sendirian, penumpang kereta
masih bisa naik atap gerbong kereta, pengemis dan anak jalanan masih
banyak berkeliaran di perempatan jalan. Ketika wabah melanda, apakah
flu burung, demam berdarah, ataupun leptospirosis, warga miskin masih
kesulitan mengakses layanan kesehatan cuma-cuma, kendati jaminan
kesehatannya telah tersedia. Larangan merokok di tempat umum masih
diabaikan. Hak penyandang cacat dalam mengakses fasilitas publik belum
diakomodir. Juga hak ibu-ibu hamil/menyusui, anak-anak, dan orang
dewasa, belum banyak diakomodir. Lebih mudah menemukan tempat khusus
untuk para perokok di Jakarta daripada tempat khusus untuk Ibu-Ibu
menyusui (breastfeeding).
Jakarta tidak sendiri. Surabaya, Bandung, Medan, Makassar, dan
kota-kota besar lainnya juga tidak lebih baik. Kendati beberapa kota
sering mendapat penghargaan adipura untuk kebersihan, namun tidak
otomatis kualitas hidup di kota tersebut juga baik (dan bersih).
Kota HAM Kota Ternikmat Ditinggali
Walau sedikit mengandung bias negara barat (western-biased) pemilihan
kota-kota terbaik di atas tidak terlalu salah. Penulis telah
membuktikannya dengan mengunjungi beberapa kota tersebut. Juga,
terlepas bahwa Toronto, Auckland, Tokyo, Frankfurt, dan Brussels memang
kota-kota berteknologi maju, kota-kota tersebut juga memang aman,
bersih, manusiawi, dan ramah bagi semua kategori penduduk
(people-friendly). Mereka yang tuna netra, pengguna kursi roda, orang
tua, perempuan hamil, warga miskin, hingga anak-anak terlantar dapat
mengakses fasilitas publik dan mendapatkan haknya secara sama dengan
orang-orang berkategori 'normal'.
Dengan lain perkataan, salah satu ciri kota terbaik adalah kota
tersebut amat menjunjung tinggi HAM warga kota-nya dan siapapun yang
berkunjung ke kota tersebut. Budaya persamaan, penghargaan terhadap
martabat manusia apapun statusnya, menjunjung tinggi keadilan,
kesetaraan gender, hingga sikap non diskriminatif adalah wajah
keseharian yang hadir ataupun berupaya dihadirkan di kota HAM.
Model Kota HAM
People Movement for Human Rights Education (PDHRE), NGO yang bermarkas di New York telah menggagas konsep human rights cities
nyaris satu dekade terakhir dan turut membidani lahirnya sejumlah kota
HAM di seluruh penjuru dunia. Dalam definisi PDHRE, kota HAM adalah :
sebuah kota dimana seluruh penghuninya, apakah berstatus pembuat
kebijakan ataupun warga kota biasa, mempelajari dan melekatkan dirinya
pada kewajiban-kewajiban HAM. Mereka mengimplementasikan norma-norma
HAM internasional secara integral untuk kebutuhan praktis di level
mereka. Dalam kota HAM, semua organisasi, apakah publik maupun privat,
bersama-sama bekerja untuk memonitor pelanggaran HAM termasuk memantau
pelaksanaan HAM pada semua tingkatan masyarakat.
Masih menurut PDHRE, dalam kota HAM, semua penghuni kota mesti
mengembangkan suatu metodologi untuk menjamin bahwa semua kebijakan,
hukum, keputusan publik, alokasi sumber daya, dan hubungan-hubungan
sosial politis dalam semua level adalah sesuai dengan norma-norma dan
standar-standar HAM yang berlaku. Penghuni kota-pun meyakini bahwa HAM
adalah satu pedoman utama bagi masyarakat dalam membangun
rencana-rencana masa depannya.
Untuk meretas jalan ke arah kota HAM, PDHRE (2005) menggariskan bahwa
terlebih dahulu HAM haruslah (1) diketahui (2) dipelajari (3) diterima
dan dihargai (4) dilaksanakan (5) diorganisir (6) dimonitor; dan
akhirnya (7) berpartisipasi dan menggerakkan perubahan.
Kemudian, partisipasi warga kota dalam kota HAM diharapkan dapat
mengarah pada pembelajaran dan adaptasi HAM sebagai salah satu cara
hidup yang integral dengan perencanaan kota. Untuk itu, terlebih dahulu
warga kota mestilah mengetahui dan dapat mengklaim hak-haknya, mengerti
kewajiban dan tanggungjawabnya, dan akhirnya mereka semua bekerja
bersama untuk transformasi sosial dan ekonomi.
Secara structural, pilar-pilar penegak kota HAM adalah (1) hukum (2)
kebijakan (3) sumberdaya dan (4) hubungan-hubungan sosial. Keempatnya
diharapkan dapat menjadi infrastruktur bagi terciptanya pencegahan
konflik, lahirnya keamanan manusia (human security), demokrasi yang
partisipatif dan terciptanya good governance dan pembangunan
berkelanjutan.
Catatan Akhir
Kota HAM adalah salah satu alternatif bagi warga kota yang mengangankan
dan menginginkan lahirnya kota yang lebih aman dan nyaman ditinggali.
Gagasan ke arah itu, kendati tidak berjudul 'kota HAM' sebenarnya telah
digagas banyak kota di Indonesia. Masalahnya, upaya menciptakan kota
HAM tak cukup bila bersifat parsial dan hanya terpaku pada inisiatif
pemerintah saja. Mesti ada inisiatif lokal, akar rumput, ataupun dari
korporasi yang semuanya sama-sama bekerja untuk menciptakan kota
sebagai tempat tinggal bersama yang benar-benar melindungi HAM warga
kotanya. Kota-kota di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan ke
arah kota HAM. Namun, sudahkah kita berfikir ke arah sana?
Heru Susetyo. Visiting Researcher Disaster Prevention Research
Institute Kyoto University dan Staf Pengajar tetap pada Departemen
Hukum Masyarakat dan Pembangunan Fakultas Hukum UI-Depok.
(disadur dari artikel saudara kandung gue di Berita Iptek Online)
Powered by Azrul's Jom Comment |