Peran yang dimainkan kelompok Mason dalam Revolusi diakui oleh ‘agen provokator’ bernama Count Cagliostro. Cagliostro ditangkap oleh Iquisition (lembaga pengadilan gereja Katolik Roma antara tahun 1232-1820) pada tahun 1789, dan membuat sejumlah pengakuan penting selama dimintai keterangan.
Ia memulai dengan menyatakan bahwa para Mason di seluruh Eropa telah merencanakan serangkaian revolusi. Ia mengatakan bahwa tujuan utama kelompok Mason adalah menghancurkan Lembaga Kepausan atau mengambil alihnya.
Makar perkumpulan Masonry di Prancis tidak berhenti dengan Revolusi. Kekacauan yang muncul akibat Revolusi akhirnya dipadamkan saat Napoleon menduduki kekuasaan. Tapi, keadaan tenang ini tidak berlangsung lama; cita-cita Napoleon untuk berkuasa di seluruh Eropa hanya berujung pada akhir kekuasannya. Setelah itu, pertikaian di Prancis terus berlangsung antara pihak kerajaan dan pendukung Revolusi.
Di tahun 1803, 1848, dan 1871, tiga revolusi lagi terjadi. Di tahun 1848, ?Republik Kedua? didirikan; di tahun 1871, ?Republik Ketiga? dibentuk. Di tahun 1881, Katolik tidak lagi menjadi agama resmi Prancis dan di tahun 1988 pelajaran agama dihilangkan sama sekali dari sistem pendidikan.
Kelompok Mason sangatlah giat selama masa pergolakan ini. Tujuan utama mereka adalah memperlemah Gereja dan lembaga-lembaga keagamaannya, menghancurkan nilai-nilai agama dan pengaruh hukum-hukum agama dalam masyarakat, dan menghapus pendidikan agama. Kelompok Mason memandang paham perlawanan terhadap kekuasaan kaum agamawan sebagai pusat gerakan sosial dan politik mereka.
The Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik) memberikan keterangan penting tentang gerakan anti-agama dari Grand Orient, julukan bagi Masonry Prancis:
Dari surat-surat resmi Masonry Prancis yang dimuat terutama dalam ‘Buletin’ dan ‘Laporan’ resmi Grand Orient, telah dibuktikan bahwa seluruh kebijakan yang memusuhi kekuasaan kaum agamawan yang dikeluarkan di Parlemen Prancis telah diputuskan sebelumnya di pusa-pusat pertemuan kelompok Mason dan dilaksanakan di bawah arahan Grand Orient, yang bertujuan, sebagaimana dinyatakannya secara jelas, untuk mengendalikan setiap hal dan setiap orang di Prancis. ?Saya telah mengatakan di majelis tahun 1898,? kata sang anggota dewan Mass?, juru bicara resmi majelis tahun 1903, ?bahwa adalah tugas terpenting Freemasonry untuk setiap hari terlibat lebih banyak dalam perjuangan politik dan anti-agama.? ?
Keberhasilan (dalam perang melawan kekeuasaan kaum pendeta) sebagian besarnya adalah berkat Freemasonry; sebab jiwanya, rencananya, caranyalah yang telah menang.? ?Jika Blok ini telah didirikan, ini berkat Freemasonry dan berkat disiplin yang dipelajari di pusat-pusat pertemuan (Freemasonry)?? ?Kita perlu waspada dan yang terpenting saling percaya, jika kita hendak menuntaskan kerja kita, yang sejauh ini belum selesai. Kerja ini, Anda tahu?perang melawan kekuasaan kaum pendeta, sedang berlangsung.
Republik ini harus membersihkan diri dari lembaga-lembaga keagamaan, menyapu bersih mereka dengan satu hantaman keras. Perencanaan setengah-setengah di mana pun berbahaya; lawan harus dihancurkan dengan sekali pukul.
The Catholic Encyclopedia meneruskan paparan tentang peperangan Masonry Prancis melawan agama:
Sebenarnya seluruh pembaharuan Masonik ?anti-kekuasaan kaum agamawan? yang dijalankan di Prancis sejak 1877, seperti penghapusan pengajaran agama dari pendidikan, kebijakan menentang sekolah-sekolah dan badan-badan kemanusiaan Kristen swasta, pelarangan dewan-dewan keagamaan dan penghancuran lembaga Gereja, diakui berpuncak pada perombakan anti-Kristen dan anti-agama terhadap masyarakat manusia, tidak hanya di Prancis tapi di seluruh dunia.
Dengan demikian Freemasonry Prancis, sebagai pemimpin seluruh gerakan Freemasonry, seolah meresmikan masa keemasan republik universal Masonik, yang meliputi persaudaraan Masonik dari semua manusia dan seluruh bangsa. ?Masa Kejayaan Galilean,? kata presiden Grand Orient, Senator Delpech, pada tanggal 20 September 1902, ?telah berlangsung selama 20 abad.
Tapi kini gilirannya dia mati? Gereja Katolik Roma, yang didirikan di atas dongeng Galilean, mulai mengalami keruntuhan dengan cepat sejak hari didirikannya Kelompok Masonik.
‘Galilean’ yang dimaksud kelompok Mason adalah Yesus, karena menurut Injil, Yesus lahir di kota Galilee di Palestina. Karena itu, kebencian kelompok Mason terhadap Gereja adalah sebuah luapan kebencian mereka terhadap Yesus dan terhadap semua agama yang mengakui adanya satu Tuhan.
Dengan budaya materialis, Darwinis dan humanis yang mereka bangun di abad ke-19, mereka yakin bahwa mereka telah menghancurkan agama dan menghidupkan kembali Eropa dalam bentuk paganisme pra-Kristen [yakni agama politeistik atau agama selain Kristen, Yahudi dan Islam].
Saat kata-kata ini diucapkan di tahun 1902, serangkaian undang-undang di Prancis memperluas ruang lingkup penentangan terhadap agama. Tiga ribu sekolah agama ditutup dan memberikan pelajaran agama apa pun di sekolah dilarang.
Banyak pendeta ditangkap, sebagian di antaranya diasingkan dan orang-orang taat beragama mulai dianggap sebagai warga kelas dua. Karena alasan ini, di tahun 1904, Vatikan memutuskan seluruh hubungan kenegaraan dengan Prancis, tapi hal ini tidak mengubah sikap negara tersebut.
Dibutuhkan korban ratusan ribu jiwa orang Prancis yang melawan tentara Jerman di Perang Dunia I sebelum keangkuhan negeri itu ditundukkan dan Prancis mengakui kembali pentingnya nilai-nilai agama.
Karenanya, penggunaan istilah seperti ?berpandangan jauh ke depan? dan ?terbelakang? oleh kelompok Mason dalam kenyataannya tidak memiliki dasar. Sungguh, hal tersebut tidak berdasar karena pertikaian antara kelompok Mason dan orang-orang taat beragama tidaklah lebih dari kelanjutan perseteruan antara dua pandangan yang telah ada sejak masa paling awal dari sejarah.
Agamalah yang menyatakan yang pertama dari dua pandangan ini: bahwa umat manusia diciptakan dengan kehendak Tuhan dan bahwa umat manusia wajib menyembah-Nya. Inilah kebenaran itu. Pandangan yang berlawanan, yakni bahwa manusia tidak diciptakan, melainkan menjalani kehidupan yang tanpa makna dan tanpa tujuan, adalah yang dikemukakan oleh mereka yang mengingkari keberadaan Tuhan.
Ketika dipahami secara benar, dapat ketahui bahwa penggunaan mereka akan istilah ?terbelakang? dan ?berpandangan jauh ke depan? tidaklah memiliki dasar.
Dengan memanfaatkan gagasan tentang ?kemajuan?, kalangan Mason berupaya menghancurkan agama. “Catholic Encyclopedia” menyatakan:
Hal berikut dianggap sebagai cara-cara utama [gerakan freemasonry]:
- Menghancurkan sama sekali seluruh pengaruh Gereja dan agama terhadap masyarakat, yang secara licik dijuluki ?clericalism? [?paham yang mendukung kekuasaan kaum agamawan?], melalui penekanan terbuka terhadap Gereja atau melalui sistem munafik dan menipu [yaitu] pemisahan antara Negara dan Gereja, dan sejauh mungkin, menghancurkan Gereja dan seluruh agama yang benar, yakni yang [bersumber dari] kekuatan di luar manusia, yang lebih dari sekedar aliran kebangsaan dan kemanusiaan yang tidak jelas;
- Mensekularisasi, melalui sistem ?unsectarianism? [?ketidakfanatikan?] yang juga munafik dan menipu, seluruh kehidupan masyarakat dan pribadi dan, khususnya, pengajaran dan pendidikan umum. ?Unsectarianism? [?ketidakfanatikan?] yang dimaksud oleh pihak Grand Orient adalah sectarianism [kefanatikan] yang anti-Katolik dan bahkan anti-Kristen, ateistik, positifistik [aliran filsafat empirisme yang lebih kuat], atau agnostik berbaju unsectarianism [ketidakfanatikan]. Kebebasan berpikir dan bernurani anak-anak haruslah dibangun secara tertata dan terencana dalam diri anak di sekolah dan dilindungi, sejauh mungkin, dari segala pengaruh yang membahayakan, tidak hanya dari Gereja dan para pendeta, tapi juga dari orang tua anak-anak itu sendiri, jika perlu, bahkan melalui paksaan jasmaniyah dan kejiwaan.
Kelompok Grand Orient menganggapnya sebagai sebuah jalan yang mutlak diperlukan dan yang pasti tidak gagal menuju puncak berdirinya republik sosial universal. 6
Dapat dipahami bahwa Masonry telah melaksanakan sebuah rencana, dengan mengatasnamakan ?pembebasan masyarakat?, yang tujuannya menghapuskan agama, sebuah rencana yang masih sedang dijalankan. Ini tidak boleh disalahartikan dengan sebuah tatanan yang mengupayakan hak bagi setiap warga negara dengan keyakinan agama apa pun untuk menjalankan agamanya secara bebas.
Sebaliknya, tatanan yang dicita-citakan oleh Masonry adalah sesuatu yang berupa pencucian otak besar-besaran, yang dirancang untuk menghapus sama sekali agama dari masyarakat dan dari akal pikiran setiap orang dan, jika perlu, menindas para penganutnya.
Saduran dari:
- Pocock, in; Edmund Burke, Reflections on the Revolution in France , ed. J. G. A. Pocock, Indianapolis: Hackett Publishing Company, 1987, h. 33-38.
- Compterendu Gr. Or., 1903, Nourrisson, “Les Jacobins”, 266-271; The Catholic Encyclopedia , “Masonry (Freemasonry)”, New Advent, http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm
- The Catholic Encyclopedia , “Masonry (Freemasonry),” New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm)
- The Catholic Encyclopedia , “Masonry (Freemasonry),” New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm#VIII)
- Nur Safa Tekyeliban, “Taassuba Karsi Mucadele” (Struggle Against Bigotry): From the Speech of Brother Gambetta made on July 8, 1875 in Cl?mente Amiti? Lodge,” Dogus Kolu Yilligi: Ankara Dogus Mahfili ?alismalari (Dogus Branch Yearbook: Ankara Dogus Society Studies) , 1962, Kardes Press, Ankara, 1963, h. 19
- The Catholic Encyclopedia , “Masonry (Freemasonry),” New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm)