Kuda liar? Tentunya orang akan berpikir nama sebuah binatang. Kuat, besar, berkaki empat dan banyak digunakan oleh manusia sebagai wahana angkutan maupun tunggangan ala koboi di Amerika, bahkan akhir-akhir ini kuda liar dimanfaatkan air susunya sebagai obat.
Namun dalam dunia militer khususnya Angkatan Udara di berbagai negara, “kuda liar” merupakan julukan bagi pesawat tempur ringan yang menggunakan propellier sebagai penggeraknya, burung besi jenis pesawat tempur generasi ke II buatan North American Rockwell itu di beri nama OV-10 Bronco.
Dinamakan OV-10 Bronco dengan motto “Lets Play Our Game In Low Speed” karena mampu membawa berbagai jenis persenjataan yang disandangnya seperti 4 pucuk kaliber 7.62mm, Gun Pod Klaiber 12.7 mm, Rocket FFAR 2.75 inch, Bom OFAB, FAB, MK-82 menjadikan momok bagi musuh yang berhadapan dengannya, karena kelincahannya dalam bermanuver di medan yang berbukit-bukit dan pegunungan.
Hal ini telah dibuktikan oleh negara-negara pengguna seperti negara-negara di Amerika Selatan dalam menumpas gerombolan pengedar dan menyelundup Heroin. Di Indonesia juga telah dibuktikan dalam menumpas gerombolan Fretelin dalam operasi Seroja serta operasi-operasi lain yang dilaksanakannya.
TNI Angkatan Udara akhirnya mengandangkan (grounded) operasinya pesawat tempur OV-10 Bronco yang tergabung dalam Skadtron Udara 21 Lanud Abdulrachman Saleh, menyusul terjadinya musibah beruntun yang menimpa pesawat jenis tersebut beberapa waktu yang lalu saat menjalani latihan rutin di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.
Penghentian operasinya pesawat tersebut tidak saja terkait kecelakaan pada pesawat tersebut, namun mengingat usia pakai dan pengabdiannya lebih dari 30 tahun. Telah banyak jasa yang diberikan kepada Negeri ini dalam berbagai operasi yang dilaksanakannya, diantaranya Operasi seroja, Timor Timur (Timor Leste), Operasi Halau terhadap manusia perahu asal Vietnam, Operasi Rencong di Bumi Serambi Mekkah (NAD), Operasi Oscar serta beberapa operasi keamanan dalan negeri (Kamdagri) lainnya.
Si Kuda Liar OV-10F Bronco masuk jajaran Angkatan Udara pada tahun 1976 yang pada waktu itu Angkatan Udara memulai memoderenisasi Alutsistanya menggantikan “Si Cocor Merah” P-51 Mustang yang tergabung dalam Skadron Udara 3. Yang dimulai sejak tahun 1976 dengan pengiriman sepuluh penerbang dan 24 tehnisi ke Amerika Serikat secara bertahap guna mengawaki si kuda liar.
OV-10F Bronco didatangan secara bertahap sejak 28 september 1976 dengan penerbangan ferry tiga pesawat dari San Fransisco-Honolulu-Guam-Manado-Halim Perdanakusuma, dan berturut-turut menyusul tiga pesawat pada tanggal 13 Oktober 1976 serta tiga pesawat pada tanggal 17 desember 1976. Pada kedatangan pertamanya ketiga pesawat langsung dilibatkan dalam HUT ABRI 1976 dan operasi pemulihan keamanan di Timor Timur.
Untuk melengkapi satu Skadron Udara, sejak bulan Februari 1977 hingga Mei 1977 didatangkan secara bertahap sebanyak tujuh pesawat dalam tiga tahap, sehingga menjadi lengkap sebanyak 16 pesawat.
Dalam pelaksanaan tugasnya para penerbang mendapat latihan perorangan dalam dua phase, yaitu General Phase (Fundamental Manuver, Aerobatic, Formation, Night Flight/Formation Night Flight, Navigation) dan Combat phase (Battle Formation, Racce, Helly escort, Forward Air Control, Ground attack Scorable, Ground Attack Tactic). Sedangkan “weapon Delivery” dilaksanakan dengan menggunakan Ammonisi Bomb, roket serta peluru serta latihan jelalah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan operasional, mobilitas, navigasi udara, dan pengenalan aerodrome pangkalan TNI AU maupun bandara-bandara di Indonesia.
Imbas dari digroundednya pesawat OV-10F Bronco berakibat kepada kemampuan para penerbangnya terganggu, namun dengan kebijakan Mabesau, menurut Kasau marsekal TNI Herman Prayitno para penerbang dari Sakadron 21di split (pecah) ke Skadron Udara lain seperti Skadron Udara 31 dan 32 yang menjadi home basenya pesawat Hercules, selain itu ada yang ke Skadron Udara 2 yang diperkuat pesawat F-27 Fokker dan CN-235.
Beberapa penerbang juga dikirim ke Lanud Pakan Baru untuk mengawaki pesawat tempur Hawk 100/200 yang relatif baru hingga mempunyai jam terbang yang cukup tinggi, bahkan para penerbang yang mampunyai kualifikasi instruktur di tugaskan menjadi instruktur penerbang di Yogyakarta.
Kasau berharap pada akhir tahun ini sudah dapat diputuskan pesawat pengganti OV-10F Bronco, seperti yang telah diajukan Mabesau seperti jet tempur ringan L-159 buatan Cekoslovakia, K-8 dari China dan KO-1B dari Korsel serta Super Tukano dari Brazil.
(Eko Edhie S. Subdis Penum Dispenau – Ref. Perjalanan Panjang Pengabdian OV-10 Bronco).
Sumber: Situs TNI-AU