Masalah embargo peralatan militer terutama alutsista (Alat Utama Sistim Persenjataan) menjadi masalah besar dalam memelihara kemampuan sebuah angkatan bersenjata.
Peralatan militer berupa sarana pendukung daya gerak dan daya gempur merupakan sarana yang mutlak berada dalam jajaran Angkatan Bersenjata. Untuk memelihara keberadaannya sesuai dengan batas jumlah minimum patokan logistik diperlukan adanya penambahan dan penggantian peralatan yang rusak ataupun sudah usang.
Dalam sistem dukungan logistik suatu sistem pengadaan yang berkelanjutan (sustainable) menjadi sangat penting artinya. Namun apabila salah satu mata rantai jaringan logistik terputus maka akan timbul masalah yang serius.
Misalkan salah satu mata rantai tersebut adalah sumber pasokan dalam hal ini sumber alutsista dari Negara tertentu yang melakukan embargo, maka harus segera dicari alternative sumber alutsista bekas yang aman terhadap embargo, maupun dapat menunjang kelangsungan operasional peralatan tersebut minimal untuk periode 10 sampai 15 tahun, atau bahkan lebih dari itu.
Sebagai salah satu jalan keluar untuk pemenuhan kebutuhan dukungan logistik dicari alternatif Negara sumber baru yang tidak memberlakukan sistem embargo ataupun persaratan pembelian Alut Sista yang macam-macam. Dan sumber baru ini biasanya Negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa atau Eropa Timur.
Jalan keluar mencari sumber baru pemasok Alut Sista ini juga perlu diwaspadai secara cermat dan penuh perhitungan. Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan antara lain;
- Banyak Negara eks-Pakta Warsawa yang kini terpecah-pecah dan beberapa Industri pertahanannya sudah tidak berfungsi lagi.
- Barang atau Alutsista yang ditawarkan dalam kondisi bekas pakai. Dikarenakan Negara tersebut beralih kepada standar NATO.
- Lalu bagaimana kelanjutan operasionalnya apabila Alut Sista yang dibeli dari Negara Eropa Timur sudah tidak memiliki dukungan produksi komponen atau suku cadang selanjutnya.
- Harga Alut Sista yang ditawarkan juga tidak murah, bahkan mungkin hampir sama dengan Alut Sista produksi Negara Barat.
- Apakah Industri lokal sudah mampu memasok kebutuhan komponen atau suku cadang Alut Sista yang dibeli dari Negara pemasok baru.
PERUBAHAN
Salah satu contoh perubahan yang berlaku pada Negara eks- Pakta Warsawa adalah apa yang terjadi di Ceko setelah berpisah dengan Slovak. Kini Ceko sudah beralih spesifikasi peralatan kepada standar NATO. Misalkan pada pesawat helicopter serbu Mi-24/35M yang dibeli dari rusia.
Pihak Ceko hanya memanfaatkan pesawatnya saja, sedangkan peralatan misi (mission equipment) dipilih peralatan yang dibuat oleh Inggris (BAE System) dan Perancis (SAGEM) dengan peralatan standar NATO.
Penyempurnaan yang dilakukan pada Mi-35 (versi moderen dari Mi-24/35) antara lain pada landing gear, modifikasi system hidraulis, wing stubs lebih pendek, lampu cockpit dan bagian eksternal dirancang untuk operasional awak pesawat dengan night vision goggles, system avionic baru dengan perangkat navigasi berdasar pada GPS versi baru, demikian juga dengan system layer saji data pada cockpit. (Military Technology Mei 2005, pp.43)
Hal semacam tersebut diatas juga berlaku pada Negara-negara Eropa Timur lainnya dimana meraka mengganti beberapa peralatan pendukung Alut Sista-nya dengan system berstandar NATO, baik pada kendaraan tempur darat sampai pada kapal perang.
KEMANDIRIAN
Penyelenggaraan pengadaan Alut Sista Militer seharusnya sedapat mungkin dapat dilakukan dengan sebesar-besarnya memanfaatkan kemampuan Industri Strategis Nasional yang professional dan didukung dengan system kerja yang professional dan efisien, tidak saja bergantung dengan jumlah sumber daya manusia yang cerdas, tetapi juga system manajemen yang mapan.
Singapura dan Malaysia merupakan Negara-negara yang telah mampu mengurangi ketergantungan pengadaan Alut Sista dari luar negeri, menyusul keberhasilan India dan Pakistan yang menyusul Korea Selatan, Taiwan dan China.
Disini dituntut peran Negara dalam melakukan pembinaan Industri guna kelangsungan pasokan kebutuhan Angkatan Bersenjata akan Alut Sista.