Hari ini, ada kebahagiaan yang baru terasa. Entah angin dari mana, gw yg agamanya masih tipis ini berhasil mengajak seorang sahabat untuk kembali bersembahyang. Jujurnya, ini juga pengalaman baru buat gw, dan ternyata rasanya menyenangkan sekali.
Awalnya nggak sengaja. Gw mau diketemukan dengan teman dari seorang sahabat. Pertemuan yang sempat berubah-rubah tempat pada saat-saat terakhir karena hujan deras yang mengakibatkan kemacetan dimana-mana ini awalnya hanya obrolan seputar bisnis.
Sambil menikmati makan malam dan diselingi obrolan bisnis ini ge ngerasa ada yg aneh sama sahabat gw tersebut. Entah gaya bicaranya, atau ‘bahasa tubuhnya’ gw juga kurang paham. Yang jelas, ada sesuatu yang gw rasa agak berbeda.
Setelah sekitar 2 jam makan malam sembari mengobrol, teman dari sahabat tersebut pamit untuk meninggalkan pertemuan lebih dulu karena ada pertemuan lain. Gw dan sahabat memutuskan untuk tetap ‘nongkrong’ sambil menunggu lalulintas menjadi agak lancar sebelum kembali ke rumah masing-masing.
Obrolan berlanjut jadi seputar masa sekolah dulu atau obrolan ringan lainnya. Sampai akhirnya, gw coba untuk bertanya kenapa dia terlihat seperti ‘suntuk‘ begitu?
Agak terkaget karena merasa ditebak dan sambil menatap heran setahap demi setahap akhirnya sahabat tersebut mulai bercerita. Dia bercerita tentang kehidupan yang dirasa kian sulit, tentang karir yang dirasa belum maju, atau membandingkan kehidupannya dengan teman-teman yang lain, dll.
Anehnya, tanpa membahas satupun keluhannya, gw bertanya. “Emang mau elo apa?”
“Gw mau pekerjaan gw lebih sukses, gw mau beli rumah sendiri, mau ini, mau itu, bla.. bla.. bla..”, katanya.
“Did you asked, HIM?” tanya gw balik.
Dia terpekur sejenak dan terdiam.
Begini, gw juga bukan orang yg sangat taat dan rajin beribadah. Mungkin gw nggak bisa berbicara dengan landasan agama. Kita semua paham, Allah itu Maha Esa. Mari kita coba berpikir seandainya Tuhan sama dengan manusia.
Anggaplah kita sdg ikut tender sebuah pekerjaan. Tentunya, ada beberapa perusahaan yang mengajukan penawaran. Anggaplah dari 8 (delapan) perusahaan yang mengikuti tender, ada satu perusahaan menjadi pemenangnya. Pertanyaannya, kenapa perusahaan tersebut menang?
Sahabat gw menjawab, “Mungkin karena tawarannya bagus, harga bersaing, dan pendekatan yang baik”.
Trus gw bilang, anggap aja elo perusahaan dan mengajukan tender ke Tuhan.
- Apa elo punya tawaran yang bagus?
- Apa harga elu bersaing?
- Apa elu melakukan pendekatan yang baik?
Anggaplah Tuhan seperti manusia. Apakah dia akan memilih elo memenangkan tender? Wong elo ngga pernah punya tawaran bagus, atau melakukan pendekatan yang baik kok! Lalu gimana elo mau menang tender?
Then asked HIM! ujar gw.
Kalau Tuhan dianggap sama seperti manusia, yang perlu diberitahu via surat penawaran, atau pendekatan, atau perlakuan khusus. Bagaimana Tuhan tahu keinginan elo? Bagaimana Tuhan tahu penawaran elo? Bagaimana Tuhan tau pendekatan elo?
Shalat, Bro!
Beritahu DIA apa keluhan elo, apa keinginan elo, apa maunya elo…
Anggaplah Tuhan seperti manusia. Yang senang jika diperhatikan, diberi hadiah, diberi perlakuan khusus.
Lakukanlah shalat!
Nggak perlu uang untuk melobby Tuhan, atau untuk memberi hadiah, atau untuk memberi perlakuan khusus untuk DIA.
Cukup dengan shalat dan berdoa!
Bayangkan kalau Tuhan itu sama seperti manusia. Kalau ada 3 milyar manusia berdoa, dan elo termasuk diantara yang tidak meminta kepada-NYA. Bagaimana Tuhan tahu permintaan elo?
Anggaplah doa itu seperti surat penawaran yang perlu diproses. Bagaimana Tuhan mau memproses kalau elo nggak pernah mengajukan penawaran??
Agak aneh, sahabat tersebut mau mendengar dan memperhatikan ucapan gw yang mungkin jauh dari kaidah religius ini.
Gw bilang, itu baru kalau kita menyamakan Tuhan dengan manusia, Man..
Tuhan jelas-jelas Maha segalanya. Anggaplah di dunia ini ada 7 milyar manusia. Jika pada saat yang sama 7 milyar manusia berdoa, Tuhan mampu mendengar semuanya. Tuhan juga mampu mengabulkan segalanya.
Jadi, jika ingin didengar, bicaralah..
Dengarkan perintahnya, dan jalankanlah…
Kembali sahabat tersebut terpekur dan terdiam.
“Thank you, Man”, katanya.
Gw sering denger segala masukan, tapi mungkin gw budeg ato keras kepala. Omongan elo ini bikin gw mikir, dan sangatlah masuk akal buat gw, katanya. Cukup gila omongan elo menyamakan Tuhan dengan manusia. Tapi gw rasa elo bener, ujarnya lagi.
Setelah mengobrol cukup lama, sekitar jam 10-an kita memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Sekitar jam 11-an, gw mengirimkan pesan singkat kepada sahabat tersebut..
“Dah coba daftar ulang ke Atas?”
Sahabat tersebut menjawab singkat.
“Alhamdulillah”