.
PAGI ITU langit di atas Pantai Ria Kenjeran, Surabaya, tampak cerah. Angin bertiup pada kecepatan sedang. Dengan cuaca dan angin seperti itu, inilah saat yang tepat menerbangkan layang-layang. Ya, memang pada bulan Juni lalu, di pantai paling terkenal di Surabaya itu berlangsung festival layang-layang.

Aneka bentuk, warna, dengan motif-motif menawan beterbangan di langit timur Kota Pahlawan. Ada yang bersosok pesawat, Spiderman, Batman, wayang, Doraemon, naga, topeng, ada pula wujud lampion.

Begitulah suasana Festival Gelar Layang-Layang 2009 yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya dan Persatuan Layang-layang Surabaya (Perlabaya). Ratusan pengunjung pun dibuat takjub oleh keindahan layang-layang milik 40 peserta festival. Sebagian warga Surabaya memang beruntung bisa menyaksikan aneka rupa layang-layang istimewa di festival tersebut.

Di atas lahan seluas 250 meter x 100 meter itu juga tampak berbagai stan peserta bazar yang menjual layang-layang khas berbagai daerah. Sementara itu, di stan workshop, 100-an siswa sekolah dasar (SD) tengah asyik membuat layang-layang sendiri, setelah mendapatkan kursus singkat dari instruktur pembuat layang-layang.

Sejatinya, permainan layang-layang sudah dikenal di seluruh dunia sejak ribuan tahun silam. Sensasi yang muncul dari permainan ini adalah saat harus bersusah payah menerbangkan ke udara hingga layang-layang terbang tinggi. Karena sensasi itu, tidak hanya anak-anak yang suka bermain layang-layang, orang dewasa pun tak mau ketinggalan.

Hobi bermain layang-layang ini juga telah mengilhami seorang perempuan dan lelaki dewasa bernama Sari Madjid dan Lukito untuk membentuk komunitas pecinta layang-layang yang diberi nama Le Gong Kite Society.

Awalnya, Sari dan Lukito sering bermain layang-layang di Pantai Ancol, Jakarta Utara. Karena seringnya bertemu saat bermain layang-layang itulah, muncul ide membentuk komunitas pecinta layang-layang.

Pada 12 April 1989, Sari dan Lukito resmi membentuk Le Gong Kite Society, Sari sebagai ketua dan Lukito jadi anggota. Sari pun langsung aktif mengenalkan komunitas ini ke pecinta layang-layang, dengan mengunjungi tempat-tempat bermain layang-layang di berbagai pantai di Indonesia.

Hasilnya, penggemar layang-layang yang bergabung di komunitas ini terus bertambah. Sampai-sampai, nama Le Gong terkenal di luar negeri.

Puncaknya, Le Gong menggelar Festival Layang-Layang Internasional di Pantai Karnaval, Ancol. Dari sana, para pecinta layang-layang asal daerah terilhami membentuk komunitas serupa. “Kami bukan pelopor. Hanya membuka jalan saja untuk komunitas layang-layang di daerah,” ujar Sari.

Le Gong sendiri, imbuh perempuan berusia 47 tahun itu, sudah memiliki 100 orang anggota. Untuk menjalin komunikasi dan bertukar pengalaman, setiap Minggu, anggota Le Gong Society rutin bermain layang-layang di Pantai Ancol.

Komunitas ini juga aktif mengikuti festival layang-layang di luar negeri. “Tidak semua anggota pergi, tapi disesuaikan dengan undangan,” ujar Sari. Anggota Dewan kesenian Jakarta itu menambahkan, Juni lalu, 75 orang pergi ke Italia.

Namun, untuk mengikuti perlombaan atau festival layang-layang di luar negeri, mereka harus mencari sponsor sendiri. “Sebab, pemerintah daerah belum begitu peduli. Padahal, layang-layang mempunyai nilai jual untuk menarik wisatawan,” tandas Sari.

Minimnya perhatian pemerintah terhadap permainan layang-layang ini juga dialami para perajin layang-layang. “Padahal, mereka termasuk pekerja di industri kreatif yang perlu didukung,” ujar Sari.

Kalau saja perajin mendapat perhatian dan bisa membuat layang-layang bernilai seni tinggi, pemerintah juga yang diuntungkan. “Festival layang-layang bakal makin meriah dan turis berdatangan,” tutur Sari.

Pasalnya, untuk ikut di festival layang-layang, biasanya anggota komunitas membeli layang-layang dari perajin. “Karena produk mereka memang bagus dan khusus untuk festival atau lomba. Kalau untuk main, biasanya bikin sendiri,” kata perempuan yang pernah membeli layang-layang seharga Rp 1 juta dari perajin itu.

Bisnis sampingan

Sama halnya Le Gong, komunitas Perlabaya juga lahir dari hobi. Ketua Harian Perlabaya Agung Soetidjo bilang, ide membuat komunitas dicetuskan lima anak muda yang biasa bermain layang-layang di Pantai Ria Kenjeran, termasuk Agung. Hingga, Perlabaya resmi berdiri pada 12 Oktober 2002.

layang1Setelah itu, Agung dan empat orang temannya mencari pecinta layang-layang lain dan mengajak menjadi anggota. “Saat ini, anggota sudah mencapai 100 orang,” tutur Agung.

Pertemuan komunitas ini biasa digelar setiap hari Minggu, mulai pukul 14.00 WIB. Suasana pun makin semarak dengan kehadiran anak dan istri.

Sumber: Kontan Minggu

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
MixxBlogger PostWordPressAllvoices




Posted by Irwan on August 1, 2009

2 Comments

  1. cris says:

    bermain layang-layang memang meng-asyik an
    & lumayan menghilangkan stress

    15 November depan di bandung ada ivent pemecahan rekor MURI
    Melukis 6000 layang-layang

    bagi kawan2 pencinta layang-layang,
    kita bisa menerbangkan layang-layang bersama !

    salam !!

  2. Irwan says:

    Mas Chris, apa layang-layang ini ada komunitasnya?

Leave a Reply

hunter humidifier