|
Entah gimana menurut elo, perasaan gw, zaman sekarang ini pembantu kok ya seperti jadi komponen rumit ya?
Mau nggak mau, soal pembantu rumah tangga (PRT) yang harusnya ada sebagai domestic helper, kadang jadi seperti sebuah porsi yang menyita pikiran juga.
Gw, mungkin punya kebijakan di rumah, kalau urusan begini porsinya lebih banyak jadi porsi bini. Masalahnya, selain dua putra gw yg lagi nakal-nakalnya (umur 5,5 thn dan 3,5 thn) itu, saat ini gw juga lagi nunggu kelahiran anak ketiga.
Kalau hari ini, rumah yang biasa dibantu dengan bantuan dua orang pembantu tau-tau kehilangan mereka di saat bini juga lagi hamil tua gini, mau nggak mau gw ikutan pusing mikirin pembantu!
Rasanya mungkin sudah perlu ada manajemen pembantu di rumah kita ya? :-)
Ceritanya, setelah sebulan lalu salah seorang pembantu di rumah minta izin tidak bekerja kembali karena (katanya) hendak dinikahkan di kampungnya, pembantu gw yg lain kemarin izin pulang karena sakit.
Kita periksakan ke dokter, memang dia sakit. Sakitnya sih menurut gw nggak gitu berat dan bisa sembuh dengan istirahat beberapa hari dan pengobatan ringan saja. Masalahnya, dia keukeuh minta pulang juga. Walau ini tidak pulang ke kampung, tapi ke rumah kakaknya yang kebetulan mengadu nasib membuka warung nasi di daerah Cimanggis. Tetep aja gw bingung.
Trus, kita mo ngomong apa?
Rumah yang biasanya dibantu dua orang domestic helper, tiba-tiba kehilangan support ketika berturut-turut pembantu tau-tau minta pulang. Trus, serunya lagi, mulai senin kemarin, pembantu harian yang biasa datang pagi pulang sore tersebut juga tidak datang lagi tanpa alasan atau penjelasan tertentu.
Soal pekerjaan yang berat, rasanya menurut gw nggak segitu kejamnya. Toh, pembantu gue tersebut dibantu pembantu lain (pengganti yang pulang karena dinikahkan) yang kebetulan dapet model pulang hari (alias nggak nginep).
Satu, mbantu ngurus anak, satu mbantu ngurus dalam rumah. Urusan kasar sepertinya juga terbantu karena ada supir yang cukup cekatan untuk kadang-kadang membantu urusan bersih-bersih jendela luar, atau sekedar motong rumput taman.
Soal duit, rasanya juga gw cukup adil lah. So far sih, setahu gw gaji mereka masih lebih tinggi dari rata-rata gaji pembantu lain di komplek gw tinggal. Belum lagi gw rutin memberikan tambahan diluar gaji mereka setiap bulan. Menurut gw harusnya mereka dibayar cukuplah. Diatas rata-rata malah.
Soal istirahat, rasanya juga cukup. Kita punya kebijakan memberikan waktu liburan sebulan 2 hari mereka boleh libur dan pergi jalan-jalan sendiri.
Jadi, masalahnya dimana ya?
Padahal nyari pembantu sekarang ini cukup gile juga susahnya.
Menurut cerita bini, kadang kalau ke agen penyalur PRT, calon pembantu kurang berminat kalau kita masih punya anak yang masih kecil-kecil. Kerennya lagi, mereka juga nanya, rumahnya besar tidak, tingkat tidak, dll, dll. Belum lagi menurut pengalaman kita, pembantu dari penyalur PRT biasanya seenaknya sendiri. Boro-boro satu tahun, belum 3 bulan mereka bisa minta pulang tanpa alasan jelas.
Jadi, so far angka terlama PRT di rumah gw itu ternyata hanya pada angka 2 tahun!
Dengan angka rata-rata satu tahun, artinya setahun sekali kita direpotkan oleh urusan pembantu rumah tangga.
Hmmm.. Mereka itu nyari apa ya?
Kalo urusannya gaji, selain gw masih diatas rata-rata, kan nggak gitu rumit juga kalo minta naik?
Kalo urusannya kerja yang lebih ringan, (perasaan gw) rumah gue sih nggak gede-gede amat, rumah tingkat dua di tanah 210m harusnya bukan pekerjaan berat (kecuali kalau cuma satu orang).
Trus apa lagi ya? Gw nggak kepikir..
Ini curhat sih mengharapkan cerita dari temen-temen juga. Apa temen-temen mengalami kerepotan yang sama? Atau gue masih kurang baik sebagai pemberi pekerjaan? Atau justru gw terlalu manja mengharapkan support terus menerus dari domestic helper (alias kurang mandiri)??
Pembantu... oh, pembantu.
Powered by Azrul's Jom Comment |