|
|
Belakangan ini gue banyak nerima email, atau pesan-pesan di milis, yang intinya berupa ajakan memboikot produk-produk yang berkaitan dengan Israel.
Yah... nggak ada salahnya sih! Gue juga sebel kalo inget kelakuan Israel di Lebanon. Yang jadi pikiran gue, apa iya kita siap memboikot produk-produk Israel tersebut?
Masalahnya, kita yang hanyalah noktah-noktah kecil 'korban' dari penjajahan modern yang disebut 'globalisasi' ini. Globalisasi menurut gue merupakan proses penjajahan 'pintar' yang dikemas supaya menarik dan indah (dan terasa mudah diterima).
Dengan globalisasi, para kapitalis dapat dengan mudah 'menjajah' negara lain tanpa perlu melalui kekuatan militer.
|

|
Dengan globalisasi, konsep Neo Imperialisme dapat diterapkan dengan mudah tanpa harus 'menjajah' secara terang-terangan. Cukup dikendalikan dengan kekuatan politik, uang (ekonomi), dan ideologi.
Contohnya, negara kita, Indonesia. Negara ini tidak perlu diserang atau direbut melalui kekuatan militer. Dengan pola pikir penduduknya yang bodoh (termasuk gue), negara ini cukup diotak-atik melalui perekonomian, ideologi dan politik.
Ibaratnya seorang anak kecil yang masih tergantung orang tua, kalau baik, kita diberi hadiah, diberi uang, diberi kesenangan. Kalau nakal, dihukum. Uang jajan dipotong, dikurangi, atau tidak diberi sama sekali.
Sebagai anak kecil, kita dijejali petuah-petuah seperti harus menjadi anak baik, tidak boleh nakal, tidak boleh melawan 'orang tua', tidak boleh berteman sama anak nakal, dll. Akhirnya, karena kepentingan 'kita' juga, kita berusaha menjadi anak baik, penurut, tidak nakal, tidak melawan orang tua, atau tidak berteman dengan anak nakal.
Dalam konteks kenegaraan. Coba lihat negara-negara di dunia ini. Dalam lubuk hati nurani masing-masing pribadi pasti ada kesedihan melihat apa yang dilakukan oleh Israel di Lebanon. Pasti ada kemarahan karena melihat kezaliman. Pasti ada kebencian melihat ketidakadilan. Tapi secara kenegaraan, apa langkah masing-masing negara tersebut? Apa mereka melawan? menentang? marah? gusar???
Jangankan untuk melawan! untuk membela pihak yang didera kezaliman saja tidak akan berani.
Kenapa?
Segala sendi di dunia ini berkaitan dengan uang. Mulai dari sebuah pribadi, hingga konsep negara, membutuhkan uang untuk tetap hidup.
Mulai dari makan, pakaian hingga rumah (kebutuhan primer) hingga kesenangan (kebutuhan sekunder) memerlukan uang. Begitu pula sebuah negara. Untuk menjalankan sebuah negara, menggaji perangkat negara (pegawai/tentara), membangun infrastruktur, hingga segalanya juga membutuhkan uang.
Darimana uangnya?
Apakah seorang anak kecil yang berjualan es jeruk, membantu mencuci mobil atau mengasong di jalan mampu membiayai hidupnya?
Untuk tetap bertahan hidup, anak kecil tersebut mencari pinjaman, dipinjami uang, atau bahkan diberi uang dengan beragam cara yang berbeda.

Begitu pula negara. Apakah benar negara kita mampu menghidupi lebih dari 220 juta warganya dengan mengeksploitasi isi negara ini?
Mengekspoitasi kekayaan alam? sumber daya manusia? apa itu cukup?
Cara yang lebih mudah adalah dengan 'menjual' negara kepada kapitalis. Kapitalis atau industrialis dengan beragam cara dapat 'menyumbang' uang untuk beragam kepentingan seperti investasi, perdagangan, dll. Bahkan bentuk sumbangan atau bantuanpun dapat menjadi cara untuk 'membeli' negara.
Tidak perlu contoh pada negara-negara donor seperti CGI, atau model institusi seperti IMF yang jelas-jelas berpijak pada kata 'donor'.
Pada contoh bencana tsunami di Aceh, puluhan negara industrialis menyumbang jutaan dollar untuk 'menghidupkan' Aceh. Melalui beragam yayasan, atau justru sumbangan resmi pemerintahannya, jutaan dollar uang kapitalis turut menyumbang untuk Aceh.
Untuk apa?
Apakah Anda pribadi mau menyumbang banyak harta Anda hanya karena kasihan? atau prihatin? atau mau membantu?
Jawabannya bisa ya, bisa tidak!
Walaupun jawabannya karena kasihan, prihatin, atau mau membantu. Kita dengan kultur 'kejawaan' yang mengenal konsep 'nggak enakan' sudah barang tentu menjadi tidak-enakan pada negara-negara penyumbang.
Kalau yang menyumbang itu Amerika, Inggris, atau mungkin Israel. Apa benar negara kita mau melawan, menentang, marah, atau gusar pada negara-negara tersebut????
Akhirnya, banyak negara-negara di dunia merasa cukup mengutarakan kecaman, kutukan atau ketidakpuasan saja dalam konsep administratif. Lalu dari segi langkah konkritnya apa?
Kalo yang dikecam, dikutuk, atau dikritik itu 'orang tua', sang anak bisa apa?
Kembali ke masalah boikot tadi. Dari email-email tersebut menyebutkan atau mengajak kita memboikot produk-produk yang berkaitan dengan Israel. Seperti gue bilang diatas. Idenya bagus sekali, menentang atau melawan secara halus (tetapi terlihat tidak nakal).
Tapi siapkah Anda???
Banyak sendi kehidupan kita juga terkait dengan produk-produk tersebut. Tanpa disadari, produk-produk global tersebut juga menjajah kita secara alami.
Banyak ya? ini baru sebagian dari yang 'sedikit' muncul ke permukaan. Ada Coca-Cola, Danone, Kit-Kat, Starbucks, Intel, Estee Lauder, IBM, Disney, Marks & Spencer, Nestle, L'Oreal, Nokia, Sara Lee, Revlon, McDonalds, Clinique, DKNy, BOSS, Carrefour, Kotex, Nescafe, Johnson & Johnson, hingga Arsenal kesebelasan sepakbola Inggris juga berkaitan dengan Israel.
Anda siap memboikotnya?
|
Setiap produk Israel memiliki kode (barcode) seperti gambar disamping. Anda bisa saja memilih produk-produk yang memiliki barcode tersebut untuk tidak dibeli atau digunakan. Tapi apa benar itu berguna? Sejauh mana efektifitas hasil pemboikotan tersebut? |
|
Kalaupun kita memboikotnya, hasilnya tentu sudah diperhitungkan oleh tangan-tangan yang berkuasa. Resiko seperti ini pasti sudah dihitung jika kerugian yang diperoleh karena boikot masih lebih kecil dari keuntungan yang didapat karena peperangan.
Ingat! kita hanyalah noktah-noktah kecil yang merupakan dampak sampingan dari pergerakan bidak-bidak catur oleh tangan-tangan yang lebih berkuasa.
Lebih jauh mengenai Boycott Israel Campaign bisa di cari via Google
Powered by Azrul's Jom Comment |