Maret 2005 ditandai dengan suatu pertikaian perebutan Blok Ambalat (Ambalat Block) di wilayah perairan Kalimantan Timur antara Indonesia dengan Malaysia. Pertikaian ini diawali dengan adanya kontrak antara perusahaan minyak Malaysia, Petronas dengan pihak Shell dari Amerika Serikat.
Pemerintah Indonesia beranggapan bahwa kontrak tersebut tidak sah karena Blok Ambalat (Ambalat Block) merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan pemerintah Indonesia telah menyampaikan protes resmi kepada pemerintah Malaysia.
Merasa nota protesnya tidak ditanggapi oleh pemerintah Malaysia, pemerintah Indonesia mengirimkan beberapa kapal perang TNI-AL dari Gugus Tempur Laut Armada Timur kekawasan perairan sekitar Blok Ambalat (Ambalat Block) untuk melakukan tugas patroli dan untuk menghalau kapal-kapal perang Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM). Sementara itu kedua pihak menyatakan setuju agar pertikaian tersebut diselesaikan secara diplomasi.
Apa yang dapat ditarik dari kasus ini dari sudut pandang pertahanan negara? Suatu fakta bahwa sebagai sebuah Negara kepulauan yang besar, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memerlukan kehadiran Angkatan Bersenjata yang kuat, yang mampu mengamankan wilayah kedaulatannya baik di darat, laut maupun udara.
Kuat tidak saja didukung oleh jumlah personil yang besar, tetapi juga dengan sistem peralatan system kesenjataan yang memadai dan mengadopsi teknologi mutakhir.
Dalam kasus Ambalat Block, terlihat bahwa diperlukan adanya kekuatan kapal-kapal TNI-AL, khususnya Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang siap operasi dan sistem persenjataan yang moderen dan berteknologi mutakhir.
Dengan kata lain, diperlukan suatu Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang mampu menjaga dan memelihara kedaulatan NKRI secara utuh di segala penjuru perairan teritorialnya.
Lemahnya kekuatan pertahanan sebuah Negara akan sangat berpengaruh kepada kewibawaan Negara itu sendiri didalam pergaulan internasional. Dan ini akan sangat berpengaruh dalam berdiplomasi.
Beberapa hal yang perlu di kaji mengenai kekuatan pertahanan Negara, antara lain;
- Kesiapan patroli laut maupun patroli udara maritim disekitar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Akan diperlukan jumlah kapal patroli dalam jumlah yang memadai, baik yang operasional maupun kekuatan cadangannya, serta pesawat udara patroli maritim. Didukung dengan sarana Komando, Kendali, Komunikasi dan Intelijen yang modern.
- Perkuatan kepada kekuatan TNI-AL. Terutama pada Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Baik berupa penambahan Alut Sista dari luar dan dalam negeri, kesiapan personel, dan dukungan perlatan pembantu lainnya. Termasuk didalamnya kekuatan pasukan Korps Marinir TNI-AL.
- Kemampuan dukungan Industri Bahari. Sebagai sebuah Negara kepulauan yang sangat luas dewasa ini hanya memiliki satu industri strategis perkapalan yang memadai, yaitu PT. PAL Indonesia yang secara spesifik memproduksi kapal versi militer.
- Yang tidak kalah pentingnya dalah kehadiran kemampuan intelijen strategis dalam pengawasan teritorial perairan dalam hal ini pesawat-pesawat pengintai maritim (Maritime Patrol Aircraft/MPA).
- Manajemen pengadaan Alut Sista yang memadai serta sistem Logistik yang mampu menghasilkan prioritasisasi kebutuhan secara cermat dan efisien sesuai lima asas logistik dari tahap perencanaan sampai tahap penghapusan, berikut standarisasi Bekal Pokok (BP) Logistik yang seharusnya untuk mampu mendukung SSAT yang dioperasikan. Hal ini menjadi penting mengingat jumlah alokasi yang dapat diberikan oleh Negara untuk belanja pertahanan adalah sangat terbatas.
- Koordinasi antar lembaga dalam pengamanan dan pemeliharaan kedaulatan perairan territorial NKRI, baik kerjasama antar angkatan maupun dengan instansi samping seperti patroli Kepolisian Perairan, Bea dan Cukai, Departemen Kelautan dan Perikanan, maupun patroli Angkatan Udara dalam hal Patroli Maritim. Sesungguhnya Pemerintah Indonesia telah memiliki suatu organisasi untuk keamanan di Laut yaitu Badan Koordsinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), namun saat ini masih belum terdengar gaung prestasinya.
- Peningkatan kemampuan industri sistem persenjataan di dalam negeri untuk dapat mengurangi ketergantungan pasokan dari luar negeri.
Hal-hal tersebut diatas bukannya tidak pernah terpikirkan, bahkan sudah beberapa kali dijajaki, tetapi masih sulit untuk direalisasikan.
- Kesiapan patroli disekitar ALKI, sudah dilakukan oleh TNI-AL dengan segala keterbatasan dukungan peralatannya. Hasilnya antara lain dengan ditangkapnya beberapa kapal penyelundup dan pencuri ikan. Tetapi masih diperlukan penambahan kapal-kapal patroli cepat guna dapat mengimbangi keunggulan kapal-kapal yang melakukan pelanggaran di laut.
- Perkuatan kekuatan TNI-AL masih terkendala dengan keterbatasan anggaran belanja sektor pertahanan yang dialokasikan oleh pemerintah.
- Kemampuan Industri Strategis Dalam Negeri. Belum diketahui dimanakendalanya. Namun sudah dilakukan upaya-upaya oleh kalangan terkait yang juga melibatkan kemampuan Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) TNI-AL untuk juga mampu berproduksi, seperti KAL-34/-35.
- Manajemen pengadaan Alut Sista dan Sistem Logistik yang masihmemerlukan beberapa upaya perbaikan/penyempurnaan.
- Koordinasi antara lembaga memerlukan suatu wadah tersendiri serta piranti lunak yang baku. Hal ini pernah didiskusikan diantaranya dalam Seminar National Air Power 2003 pada 10-11 Desember 2003 di Halim Perdanakusumah, Jakarta. Dimana pada kesempatan itu juga disinggung kiprah dari Bakorkamla.
- Peningkatan kemampuan dan pembinaan Industri Strategis Nasional tengah diupayakan dengan diadakannya diskusi meja bundar (Round Table Discussion) pada tanggal 26 Januari 2005 di Jakarta (Kompas, 27 Januari 2005), dan juga diungkapkan oleh Panglima TNI pada Rapat Dengar pendapat dengan Komisi-1 DPR pada tanggal 28 Pebruari 2005. Namun saat ini gaung kelanjutan dari Round Table Discussion ini masih belum terdengar.
- Dan masih banyak upaya-upaya lain yang dilakukan dan tidak diketahui umum.
NKRI dengan kawasan laut dan wilayah udara yang sangat luas, untuk menjaganya akan memerlukan dukungan peralatan dan personel yang sangat besar.
Untuk wilayah perairan, karena kawasan nusantara terdiri dari banyak pulau maka dibagi menjadi tiga alur laut utama yang dikenal dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI.
ALKI I. Meliputi kawasan Selat Karimata, Laut Jawa dan Selat Sunda.
ALKI II. Meliputi kawasan Laut Sulawesi, Selat Makasar, Laut Jawa dan Selat Bali.
ALKI III Meliputi kawasan Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda, Laut Flores dan Laut Sawu.
Maka untuk efisiensinya, pengawasan tidak saja dilakukan dengan kapal-kapal Angkatan Laut (KRI – Kapal perang Republik Indonesia) tetapi juga dengan dukungan pesawat udara patroli maritim.
Alur Laut Kepulauan Indonesia atau alur laut kawasan nusantara juga merupakan alur yang sangat strategis bagi alur pelayaran komersial internasional maka kawasan perairan nusantara ini dalam pelayaran internasional masuk dalam kategori SLOC (Sea Lane Of Communication).
Dengan demikian maka pemeliharaan keamanan yang menjadi tanggung jawab TNI-AL akan semakin berat karena juga akan menyangkut kepentingan internasional.
Posisi geografis Indonesia yang berada di SLOC internasional akan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian dan tidak tertutup akan berimplikasi kepada siktuasi politik kawasan. Maka tidak berlebihan apabila keberadaan Angkatan Laut yang kuat menjadi suatu keharusan bagi pengamanan wilayah perairan nusantara.
Kebutuhan keberadaan Angkatan Laut yang kuat ini tidak saja diperlukan untuk menghadapi perang, tetapi juga pada masa damai guna menghadapi pelanggaran-pelanggaran hokum di laut serta memelihara kewibawaan Negara sebagai Negara kepulauan atau Negara maritim.
Kiranya tidak berlebihan bila masyarakat pada suatu saat akan mendambakan kehadiran kekuatan pertahanan laut yang kuat sehingga tidak saja mempertinggi kewibawaan nasional tetapi juga kekayaan alam juga dapat dijaga dengan baik.